Alkisah, tersebutlah 13 pejuang yang terkumpul melalui
undangan yang kami ambil sendiri di sebuah pondok rumbia kawasan elite. Entahlah
buntung atau beruntung yang dirasa, namun perjalanan kali ini melatih kami
untuk menjadi ninja! Bayangkan saja, mendaki gunung melewati lembah kami
lakukan dengan ransel besar-besar bin padat-padat. Bahkan panci kuali kami pun
masih mengantung di kanan kiri ransel tersebut!
Namun sialnya, ransel penuh subsidi yang kami bawa dengan
penuh perjuangan dirazia habis-habisan oleh kakak-kakak berwajah galak, berkumis
tebal, bermata tajam, kerkulit legam dan berbadan buncit dengan tawa mereka
yang besar-besar mengalahkan auman penghuni belantara yang sedang kami tempati.
Malam ini kami ditempatkan dua-dua di belantara entah
belahan mana, yang jelas tidak kami kenali. Suara cicitan burung asing dan langkah
cepat entah binatang apalah yang mungkin berebutan menunggu durian runtuh
terdengar jelas dikesunyian malam. Toleh kiri-toleh kanan hanya belantara di hadapan
mata. Serangan nyamuk hutan yang kedatangan tamu seraya menemukan santapan
sedap untuk berpesta pora bersama seluruh sanak keluargga bahkan satu penduduk
kampong komunitas nyamuk tersebut.
Perbekalan seperempat indomie, segenggam beras, 3 batang
korek api, n sepotong bladar, harus dapat mengidupi kami untuk beberapa hari ke
depan. Malam ini tak ingin diseri lagi. Kakak dengan perut buncit berkulit
legam itu pasti masih dengan senang hati menginventarisir kesalahan kami.
Dengan susah payah ku hidupkan api di depan pondok kami. Konon katanya, api
dapat mengusir binatang-binatang yang membahayakan. Terlintas dalam pikiranku
apakah api juga dapat mengusir makhluk-makhluk halus? Grrhh… merinding aku
mengingat kisah yang mereka ceritakan bahwa di satu belahan belantara ini ada
sebuah tempat ritual persembahan setan.
Apiku menyala dengan cepat dan kobaran yang mantab. Namun
juga mati dengan cepat dan malahap rantingku dengan rakus! Apakah gerangan yang
terjadi? Jika seperti ini terus aku tak akan bisa beristirahat. Malangnya aku, temanku si Menong Cute Irama telah
terlelap dikerumuni nyamuk-nyamuk yang berpesta pora pada tubuhnya. Akh.. jika
api tak hidup, besok pasti dapat seri lagi. Ku ambil piring lalu ku
kipas-kipaskan pada unggun yang hidup segan mati tak mau. Api kembali menyala
lagi. Kutambahkan ranting, daun, ilalang dan apapun yang ada disekitarku. Api
kembali malahap bahan tesebut dengan rakus, lalu tiba-tiba redup kembali. Ku
kipas-kipas lagi unggunku dengan sekuat tenaga hingga kembali berkobar. Lalu
kejadian selanjutnya sama seperti yang terjdi di awal. Unggunku hidup dengan
cepat dan mati dengan cepat!
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang besar di balik
semak-semak yang tinggi. Sosok gelap, bertubuh tegap menerobos semak tersebut
dengan santai. Jantungku serasa mau runtuh namun urung karna tau ternyata si
legam yang datang berkunjung. Argh… si legam ini entah diberi makan apa oleh
emaknya sewaktu kecil. Badannya tinggi besar, kulitnya hitam legam, perutnya
sedikit buncit, raut wajahnya bisa berubah drastis (cepat sekali tampak garang
bin menyeramkan serta cepat sekali bisa tampak lucu dan menyenangkan), yang
paling hebat ialah kulitnya tebal macam badak! Bayangkan saja, ditengah
belantara yang dinginnya bisa membuat gigi bergemelutukan, serta dengan ribuan
nyamuk yang super ganas, ia bisa dengan santai jalan kesana-kemari dengan
celana pendek diatas lutut dan baju kaos tanpa lengan! Brrrrr…… sedangkan aku
harus memakai pakaian double-double dalam situasi ini.

“Mane lah api kau mau’ lama’ idop! Modal kau hanya ranting
kecik-kecik ma ilalang! Hahaha… cari’ lah kayu besa’ sikeet! Kau nii….” Si legam
mengomeli ku lalu mengambil kayu besar
tak jauh dari pondokku. Ia meletakkan kayu tersebut di atas api yang sudah ku
buat.
“Haa! Kau kibau-kibau lah macam tadi kau buat tu!
Hahahaha…………… dah lah! Name kau Kibau jak! Hahaha….. mulai sekarang kalau kakak
yang laen nanya, jawab nama kau Kibau! Hahaha…..”. Hmmm….. geli-geli si legam
ngetawakan nama baru ku. Hm… Kibau, lumayan aneh… hiks,,
Keesokan harinya, saat kami dikumpulkan. Si legam
mengumumkan nama baruku pada kakak-kakak senior dan 12 pejuang lainnya.
“Nah… kak… nanti’ kalo api unggun kite ndak idop, panggel
jak die ni tuk ngidopkannye. Biar die yang ngibau-ngibaukannye! Hahahaha……….”.
Alamakkkk……. Matilah aku….!!
Jadi, kalian harus tau kawan… bahwa gossip yang mengatakan
bahwa Kibau itu artinya adalah kaki bau itu salah total adanya. Jika kau masih
tidak percaya, kau tanyakan saja si Legam
alias kak Dabo untuk menceritakan semuanya (walau nasibku dipertaruhkan di
sini, karena bisa saja aku beruntung atau bahkan bisa jadi buntung! Hiks,,).
Meluruskan kata ‘buntung atau beruntung’, apapun yang
terjadi saat itu, aku merasa benar-benar sangat beruntung menjadi salah satu
pejuang ninja angkatan Mabok! Hidup
angkatan Mabok! Hidup Racanaku! ^_^’
Motto: Nggak Ada Yang Mudah, Namun
Nggak Ada Yang Nggak Mungkin.
0 komentar:
Posting Komentar