Selasa, 15 Januari 2013

KIBAU; Sebuah Nama, Sebuah Kisah



Alkisah, tersebutlah 13 pejuang yang terkumpul melalui undangan yang kami ambil sendiri di sebuah pondok rumbia kawasan elite. Entahlah buntung atau beruntung yang dirasa, namun perjalanan kali ini melatih kami untuk menjadi ninja! Bayangkan saja, mendaki gunung melewati lembah kami lakukan dengan ransel besar-besar bin padat-padat. Bahkan panci kuali kami pun masih mengantung di kanan kiri ransel tersebut!
Namun sialnya, ransel penuh subsidi yang kami bawa dengan penuh perjuangan dirazia habis-habisan oleh kakak-kakak berwajah galak, berkumis tebal, bermata tajam, kerkulit legam dan berbadan buncit dengan tawa mereka yang besar-besar mengalahkan auman penghuni belantara yang sedang kami tempati.
Malam ini kami ditempatkan dua-dua di belantara entah belahan mana, yang jelas tidak kami kenali. Suara cicitan burung asing dan langkah cepat entah binatang apalah yang mungkin berebutan menunggu durian runtuh terdengar jelas dikesunyian malam. Toleh kiri-toleh kanan hanya belantara di hadapan mata. Serangan nyamuk hutan yang kedatangan tamu seraya menemukan santapan sedap untuk berpesta pora bersama seluruh sanak keluargga bahkan satu penduduk kampong komunitas nyamuk tersebut.
Perbekalan seperempat indomie, segenggam beras, 3 batang korek api, n sepotong bladar, harus dapat mengidupi kami untuk beberapa hari ke depan. Malam ini tak ingin diseri lagi. Kakak dengan perut buncit berkulit legam itu pasti masih dengan senang hati menginventarisir kesalahan kami. Dengan susah payah ku hidupkan api di depan pondok kami. Konon katanya, api dapat mengusir binatang-binatang yang membahayakan. Terlintas dalam pikiranku apakah api juga dapat mengusir makhluk-makhluk halus? Grrhh… merinding aku mengingat kisah yang mereka ceritakan bahwa di satu belahan belantara ini ada sebuah tempat ritual persembahan setan.
Apiku menyala dengan cepat dan kobaran yang mantab. Namun juga mati dengan cepat dan malahap rantingku dengan rakus! Apakah gerangan yang terjadi? Jika seperti ini terus aku tak akan bisa beristirahat.  Malangnya aku, temanku si Menong Cute Irama telah terlelap dikerumuni nyamuk-nyamuk yang berpesta pora pada tubuhnya. Akh.. jika api tak hidup, besok pasti dapat seri lagi. Ku ambil piring lalu ku kipas-kipaskan pada unggun yang hidup segan mati tak mau. Api kembali menyala lagi. Kutambahkan ranting, daun, ilalang dan apapun yang ada disekitarku. Api kembali malahap bahan tesebut dengan rakus, lalu tiba-tiba redup kembali. Ku kipas-kipas lagi unggunku dengan sekuat tenaga hingga kembali berkobar. Lalu kejadian selanjutnya sama seperti yang terjdi di awal. Unggunku hidup dengan cepat dan mati dengan cepat!
Tiba-tiba terdengar suara tawa yang besar di balik semak-semak yang tinggi. Sosok gelap, bertubuh tegap menerobos semak tersebut dengan santai. Jantungku serasa mau runtuh namun urung karna tau ternyata si legam yang datang berkunjung. Argh… si legam ini entah diberi makan apa oleh emaknya sewaktu kecil. Badannya tinggi besar, kulitnya hitam legam, perutnya sedikit buncit, raut wajahnya bisa berubah drastis (cepat sekali tampak garang bin menyeramkan serta cepat sekali bisa tampak lucu dan menyenangkan), yang paling hebat ialah kulitnya tebal macam badak! Bayangkan saja, ditengah belantara yang dinginnya bisa membuat gigi bergemelutukan, serta dengan ribuan nyamuk yang super ganas, ia bisa dengan santai jalan kesana-kemari dengan celana pendek diatas lutut dan baju kaos tanpa lengan! Brrrrr…… sedangkan aku harus memakai pakaian double-double dalam situasi ini.
Namun jujur saja aku harus bersyukur dengan kedatangan beliau. Pasalnya aku sebenarnya sedang ketakutan setengah mati dengan keadaaan disekitarku. Mendingan dikunjungi si legam berkulit baja dari pada makhluk halus yang tak jelas! Hiiiiy……….
“Mane lah api kau mau’ lama’ idop! Modal kau hanya ranting kecik-kecik ma ilalang! Hahaha… cari’ lah kayu besa’ sikeet! Kau nii….” Si legam mengomeli ku  lalu mengambil kayu besar tak jauh dari pondokku. Ia meletakkan kayu tersebut di atas api yang sudah ku buat.
“Haa! Kau kibau-kibau lah macam tadi kau buat tu! Hahahaha…………… dah lah! Name kau Kibau jak! Hahaha….. mulai sekarang kalau kakak yang laen nanya, jawab nama kau Kibau! Hahaha…..”. Hmmm….. geli-geli si legam ngetawakan nama baru ku. Hm… Kibau, lumayan aneh… hiks,,
Keesokan harinya, saat kami dikumpulkan. Si legam mengumumkan nama baruku pada kakak-kakak senior dan 12 pejuang lainnya.
“Nah… kak… nanti’ kalo api unggun kite ndak idop, panggel jak die ni tuk ngidopkannye. Biar die yang ngibau-ngibaukannye! Hahahaha……….”. Alamakkkk……. Matilah aku….!!
Jadi, kalian harus tau kawan… bahwa gossip yang mengatakan bahwa Kibau itu artinya adalah kaki bau itu salah total adanya. Jika kau masih tidak percaya,  kau tanyakan saja si Legam alias kak Dabo untuk menceritakan semuanya (walau nasibku dipertaruhkan di sini, karena bisa saja aku beruntung atau bahkan bisa jadi buntung! Hiks,,).
Meluruskan kata ‘buntung atau beruntung’, apapun yang terjadi saat itu, aku merasa benar-benar sangat beruntung menjadi salah satu pejuang ninja angkatan Mabok!  Hidup angkatan Mabok! Hidup Racanaku! ^_^’
Motto: Nggak Ada Yang Mudah, Namun Nggak Ada Yang Nggak Mungkin.