Senin, 09 April 2012

Catatan Perjalanan Anak Kampong Ne!


Siapa yang dapat menyangka? Seorang biasa, yang hidup dan dilahirkan di pelosok hulu tanah Kalimantan Barat seperti Aku ini bisa mendapatkan kesempatan untuk berangkat menginjakkan kaki di tanah Indonesia bagian timur. Ambon Manise, tanah subur nan indah permai. Sesungguhnya Aku masih merasa bermimpi. Mimpi yang singkat dengan begitu banyak cerita.
Sabtu, 19 November 2011. Masih lekat dibayangku akan tingkah-tingkah itu.
“Kak… kak… kedengaran ndak ye deg-degan amek? Maklum baru kali ni mao’ naek pesawat! Hehehe…..” Rewel alias Iin, salah satu peserta kontingen Pontianak yang berangkat mengungkapkan rasanya.
“Sabar Wel…. Sabar…. belom bah naek…. pucat sih nampaknya…. Hehehe….” Jawabku sembari tertawa geli. Rewel pun menimpali dengan tawanya yang tak kalah geli. Aku tau rasanya itu. Sama seperti rasaku sewaktu baru petama kali naik pesawat dulu.
Begitu pula yang lainnya. Perjalanan pertama itu menyisakan cerita yang lucu bila diingat. Ada pak dhe Nurkholis yang tak henti-hentinya ber’dadah’ ria sewaktu menaiki tangga pesawat (hehehe… seperti jamaah haji saja), ada si Unyil Bowi yang tak hentinya membaca surah-surah di dalam al-Qur’an (informasi dari salah satu kontingen yang lain), ada Lusi yang seingatku menyimpan kantong yang digunakan buat muntah (untuk kenang-kenangan), ada si Susi yang biasanya ribut tapi malah menutup telinga, namun yang paling terjaga ialah saudari kita si Ayu karena ia duduk di antara kedua Pembina Damping dan harus mendengarkan cerita keduanya (naseb kau lah yu…yu…).
Perjalanan kami transit dua kali. Dari Pontianak ke Jakarta, lalu Jakarta ke Ambon.  Menginap semalam di bandara Soekarno Hatta, lalu keesokan harinya kami telah resmi menginjak tanah Ambon Manise yang permai. Waktu disini lebih cepat dua jam dibandingkan di Pontianak. Sungguh kota yang cantik menurut kasat mataku. Bandara yang minimalis namun tetap indah yang terletak dipinggir laut. Kami di jemput oleh panitia mengunakan mobil dalmas. Kak Ali yang menjadi pemandu kami pada waktu itu. Mobil membelah kota menuju IAIN Ambon dan lokasi perkemahan. Sungguh tak cukup perbendaharaan kosa kataku untuk mengungkapkan kekaguman pada kota kecil yang indah ini. Alam yang masih terjaga dengan baik. Susunan rumah yang bertingkat keatas bukit. Pusat kota terletak dibawah bukit yang disambut dengan laut yang begitu indah. Subhanallah… ada palung laut ditengah-tengah kota ini. Laut yang sungguh masih sangat terpelihara, air yang jernih dan pasir yang putih.
“Selamat Datang Peserta Perkemahan Wirakarya PTAIN Se-Indonesia di Bumi Perkemahan Al-Mulk IAIN AMBON”
Sebuah baleho yang sangat besar menyambut kedatangan kami. Sesampainya dikampus hijau tersebut kami dipersilahkan beristirahat sebentar sembari menikmati konsumsi yang telah disiapkan. Salah satu teman kami; mamat, mabuk perjalanan. Teman-teman yang lain mencoba mencarikan tempat yang nyaman untuk beristirahat. KDR Putra dan Putri sedang sibuk meregistrasi ulang kehadiran kontingen kami.
Setelah selesai semuanya, kami kembali diantar ke bumi perkemahan yang terletak dibelakang kampus. Inilah yang kami tunggu-tunggu, melihat lokasi perkemahan yang akan dijadikan tempat bermukim sementara selama sepuluh hari kami disini. Kami diantarkan kelapangan utama. Menurunkan barang dan siap menuju BUPER.
Oh kawan…. Bagaimana harus kujelaskan medan kami disana? Sore itu saat kami sampai dilapangan utama, cuaca tiba-tiba saja hujan! Padahal sebelumnya sangat cerah sekali. Lahan yang baru dibuka itu becek tanah kuning! Jarak dari lapangan utama ke BUPER kurang lebih 1 KM!  jalan yang harus kami lewati penuh dengan tantangan. Jika jalan itu menanjak, maka tanjakan itu sangat tingggi dan licin. Jika jalan itu menurun, maka turunan itu begitu curam dan membutuhkan rem yang cakram! Kerena jika tidak, kita bisa terpeleset bahkan berguling-guling!
Ini adalah tantangan pertama kami sebagai peserta.  Mengangkut perlengkapan yang kami bawa melewati medan tersebut! Dan ingin ku kabarkan, bahwa perlenkapan kami tidaklah sedikit!
“Jangan jadi Pramuka kalau mengeluh terus…” seru pimpinan kontingen kami sewaktu ia bertandang ketenda kami dikemudian hari.
Aku dan yang lainnya mengendong tas masing-masing. Tangan kiri dan kanan kamipun telah dimaksimalkan dengan barang-barang kelompok. Aku dan kak Rasti sepakat memikul barang-barang menggunakan bambu. Aku melepas alas kakiku. Mungkin nyeker lebih mudah, pikirku. Dengan mengucapkan basmallah, kami menempuh medan itu dengan seru. Masih saja ada canda diantara kami walaupun keadaan kurang mendukung. Sekali-kali ada saja yang menyapa kami ditengah perjalanan.
“SEMANGKA!!! Semangat Kaka…..!!!”
“Kontingen dari mana? Oo… Pontianak ya? Semangat…..!!”
Hm….. angin persahabatan itu telah tercium. Kami tak sabar untuk bertemu yang lain. Medan begitu licin. Kami tak ingin menyerah. Sekali-kali kami berhenti ditengah jalan untuk beristirahat sebentar.
“Pucuk…Pucuk…..” itulah Yel-yel kami jika jalan menanjak. Seperti seruan iklan yang gambarnya seekor ulat berjuang mencapai pucuk daun teh.
Hari mulai gelap. Cuaca yang mendung semakin mendukung menjadi gulita. Kami akhirnya sampai di Bumi Perkemahan. Namun, subhanallah…. Pemandangan yang tersajikan didepan mata begitu menakjubkan. Bumi perkemahan ini terletak diatas bukit. Jadi, pemandangan didepan kami ialah pemandangan gemerlap lampu-lampu kota! Indah….
“Wah….. banyak Bintang….!!” Seruku. Ini hadiah yang indah setelah perjuangan mencapai puncak.
Malam ini kami lewatkan dengan istirahat setelah mendirikan tenda. Namun disepertiga malam kami dikejutkan dengan keadaan kak eni yang sakit. Hingga keesokan harinya, kak eni dilarikan kerumah sakit.
*****
Pagi pertama kami di bumi Ambon Manise. Entahlah, apakah ini hanya perasaanku saja. Matahari terbit lebih cepat, letaknya serasa begitu dekat dengan kepala, dan bentuknya begitu besar menurutku. Suhu Ambon Manise begitu panas. Bahkan lebih panas dari bumi Khatulistiwa. Setelah kak eni dilarikan kerumah sakit, aku dan yang lain mengikuti Upacara pembukaan. Upacara pembukaan berjalan dengan cukup lancar. Hanya saja ada beberapa barisan yang kocar-kacir karena kepanasan. Pembukaan ini ditandai dengan pemukulan Tifa Marinyo, dilanjutkan dengan pengibaran bendera PW PTAIN, serta penampilan Tari Sawat yang dikolaborasikan dengan alat music, yaitu Tifa, Rebana dan Seruling terlaksana dengan cukup meriah.
Kegiatan siang, Sosialisasi Undang-undang No.12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka. Kegiatan ini bertempat di GOR IAIN. Disiang yang begitu terik kami harus berjalan kaki menuju tempat tersebut. Aku deg-degan hendak melihat langsung wajah kak Azrul Azwar sang ketua Kwarnas itu menjadi pemateri pada hari ini. Namun pada saat sosialisasi berlangsung, banyak para peserta yang seperti cece si kucing sanggar, duduk sambil mengantuk! UU Gerakan Pramuka merupakan badan hukum yang melindungi jalannya mekanisme Gerakan Pramuka. Kak Azrul Azwar mengatakan bahwa Gerakan Pramuka bukanlah Oranisasi kepemudaan. Hal ini dikarenakan tidak ada batasan umur bagi seseorang yang ingin bergabung dengan organisasi ini. Hanya saja dibedakan dengan tingkatan umur yang berbeda.
Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali kami sudah dibangunkan oleh kontingen lain untuk melakukan senam pagi bersama. Kulihat mereka tampak kompak dan rapi. Segala aribut yang mereka kenakan sama semua. Mulai dari baju, celana, slayer, topi, bahkan sampai sepatu dan kaos kakipun seragam! Luarbiasa!
Hari ini Aku sebagai umpi 1 bersama kak darwis dan kak nurkholis sebagai umpi 2 mengikuti kegiatan wisata paket 2. Yaitu ke Museum Siwalima, Pintu kota dan pantai Namalatu. Barangkat menggunakan bis menuju tempat-tempat yang telah ditentukan. Aku mendapatkan banyak teman baru dari seluruh penjuru nusantara. Sampai di Museum Siwalima, kami disambut dengan hangat oleh pada petugas. Seorang bapak memperkenalkan profil singkat dari meseum ini. Meseum ini didirikan pada tanggal 8 November 1973. Siwalima terdiri dari dua kata, yakni Siwa yang berarti Sembilan dan Lima yang berarti Lima. Kata ini dimabil dari falsafah hidup orang Maluku yag memiliki arti ‘milik kita semua’.
Berbagai barang peningalan sejarah ada didalam sana. Salah satu yang pling menarik bagiku ialah sosok buaya sepanjang 3,5 meter yang terpajang ditengah-tengah museum. Buaya ini alah buaya asli yang diformalinkan. Biaya ini pernah menyerang warga dengan catatan sejarah 10 orang meninggal dan 5 orang cacat seumur hidup. Konon katanya, buaya ini hanya menyerang orang-orang yang memiliki kesalahan. Buaya ini ditangkap oleh pasukan militer pada tahun 1987 dengan menggunaka senjata api.
Perjalanan selanjutnya ke Pintu Kota. Apa yang kau bayangkan kawan ketika mendengar nama tempat itu? Yang aku bayangkan ialah bangunan gerbang kota yang munkin agak unik sehingga dijadikan menjadi salah satu tempat wisata. Namun ternyata aku salah. Pintu kota ialah nama suatu tebing yeng letaknya ditepi pantai. Keunikan dari tebing tersebut ialah terdapat pintu besar yang menyerupai goa tang dapat tembus kelaut luas. Sungguh pemandangan yang luar biasa.
Kemudian pantai Namalatu. Pantai ini juga sangat cantik. Airnya jernih dengan pasir yang putih. Kata Namalatu sendiri berasal dari kata Nama dan Latu yang berarti Nama dan Raja. Coba saja kau bayangkan pantai pasir panjang milik tanah kita. Hampir mirip. Namun pantai ini tak sepanjang pasir panjang. Perjalannan ini kami lewati dari pagi sampai sore. Malamnya kami kembali evaluasi. Hm… ada satu kabar gembira malam ini. Kak mamat terpilih menjadi ketua RT di Kerajaannya. Waah… Selamat ya…. Hehehe…
Kegiatan hari berikutnya, aku mengikuti kegiatan pembersihan sarana ibadah. Masjid IAIN adalah bagian lokasiku. Aku turut mengecat pagar masjd tersebut sekalian sharing dengan kawan-kawan dari racana lain. Lumayan dapat masukan. Tapi saking serunya, tak sengaja kerudung cokelat andalanku terciprat cat! Yah… kenang-kenanganlah…
Masih di hari yang sama, kegiatan penyuluhan Narkoba dilaksanakan dengan baik. Kegiatan ini dilaksanakan di AULA IAIN Ambon dengan pemateri dari Kepala Badan Narkotika Prov. Maluku, yaitu ibu Drs. B.J.E. Patiasna, MS, MM, Apt. kegiatan ini berisi pengenalan umum narkoba, jenis-jenis narkoba dan bahaya narkoba.
Pada kegiatan hari berikutnya aku mulai nakal. Kegiatan yang seharusnya aku ikuti ialah kegiatan pembersihan pantai. Namun dikarenakan ada seorang teman  yang mabuk dan meminta minyak kayu putih padaku, aku lalu keluar barisan dan mengikuti rombongan itu untuk kegiatan penanaman mangrove di pantai Martha Alfons. Kegiatan ini berlangsung dengan seru. Kami harus menanam kurang lebih 200 mangrove di pantai tersebut dengan baik dan dalam. Kerena jikatidak dalam, maka mangrove tersebut akan terbawa air jika laut pasang. Ternyata mangrove memiliki banyak jenis. Aga yang akar tunjang, akar nafas dan lain sebagainya. Selesai menanam pohon ini, para peserta ramai mencari bintang laut dipantai. Temanku dari jawa timur mendapatkan banyak sekali bintang laut. Sedangkan aku, kosong! Hanya kepiting berlumut yang berhasil aku bawa. Kegiatan penanaman mangrove ini seharusnya dilaksanakan sampai sore hari. Namun kerena air pasang, maka kami dibawa pulang pada siang hari.
Berganti ke hari yang selanjutnya. Lagi-lagi disini aku nakal kembali. Aku sebagai umpi 1 yang seharusnya mengikuti pelatihan fotografer, menyelusup pada kegiatan lain yakni kegiatan pelatihan jurnalistik. Namun sayang beribu sayang. Kegiatan tersebut dibatalkan dan digantikan oleh panitia manjagi kegiatan penyuluhan Komnas Perempuan. Pengen nangis raanya waktu itu. Mengejar kegiatan yang lain tapi malah tak dikabulkan oleh Allah. Tapi ya sudahlah. Toh ada gantinya.
Penyuluhan Komnas Perempuan, dilaksanakan di gedung Ushuluddin dengan tema “Kekerasan Seksual Kenali dan Tangani”. Komnas permpuan meliliki tujuan untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi perempuan. Pemateri dari penyuluhan tersebut, ketua komnas perempuan mengatakan bahwa mereka sedang melakukan kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (K16HAKTP), dan dari 14 bentuk kekerasan seksual yang dikenali Komnas Perempuan, perkosaan menjadi fokus utama kampanye tahun ini. Mengikuti kegiatan ini membuatku harus bergidik sebagai seorang perempuan. Oleh karena itu, sebagai seorang perempuan hendaknya dapat menjaga diri dan menghindar jika terdapat kekerasan terhadap perempuan dilingkungan sekitarnya , serta dapat melaporkan hal tersebut kepada yang berwajib.
Beberapa rangkaian kegiatan penyuluhan. Seminar dan bhakti telah kami ikuti dengan semangat. Kini sampai pada dua kegiatan yang sesungguhnya telah kami persiapkan jauh hari dari sebelum keberangkatan, karnaval Nusantara dan pementasan malam Bhineka Tunggal Ika. Kita mulai dari karnaval nusantara dulu ya… ada bowi dan susi sebagai kepala rombongan dengan mengenakan seragam pramuka. Disusul oleh pasangan ayu dan farid dengan baju adat dayak. Kemudian pasangan melayu yakni kak rasti dan kak redy. Selanjutnya ada cece mak yank dan cece eva dengan pakaian cong sam (pakaian adat tionghoa), lalu ada aku dan kak darwis dengan pakaian adat dayak (buatan anak sanggar lho..), dan terakhir pasukan biru berjaket kontingen; lusi, iin rewel, mamat, Erwin, kak nceb dan jumadi sebagai dokumentasi. Tapi jangan ketinggalan, kak sumarman juga mengikuti rombongan berjalan kaki mengelilingi kota Ambon dengan seragam jacket kontingen.
Yel-yel bergema disepanjang jalan Ambon. Berbagai kontingen dengan Yel-yel andalan masing-masing diserukan dengan semangat dan gembira. Tak perduli panas yang mengiringi perjaanan mereka. Namun mereka tetap semangat dan unjuk gigi untuk memperkenalkan daerahnya masing-masing.
Malamnya kegiatan kami tak kalah seru lagi. Dikegiatan yang satu ini kami semua turut andil tanpa satupun yang tersisa. Menampilkan sebuah tarian yag memperkenalkan berbagai suku yang bersama dalam perdamaian di tanah Kalimantan barat ini. Yakni tarian kolaborasi antara suku Dayak, Melayu dan Tionghoa. Ada Kak darwis, bowi, susi, ayu, iin dan aku sebagai penari Dayak. Ada Erwin, jumadi, Farid, Nurkholis, mamat dan kak redy sebagai penari melayu. Lalu ada eva, makyank niyah, lusi dan eni sebagai penari tionghoa. Dan ada kak rasti dan kak nceb sebagai pembawa acara. Kami menari dengan senang hati didepan para penonton dari kontingen lain. Sorak sorai dukungan dari kontingen lain membanjiri malam yang indah itu. Penampilan kami diakhiri dengan persembahan terakhir yaitu sebuah pantun berdendang atau yang biasa dikenal dengan sebutan Tundang.
Berbagai kegiatan dan kejadian-kejadian seru yang terjadi disana telah menjadi pengalaman yang berharga bagi kami untuk memupuk persaudaraan dan kebarsamaan menjadi lebih besar. Seperti pesan terakhir Baden Powell sebelum I meninggal, bahwa “Usaha menyelidiki alam akan menimbulkan kesadaran dalam hatimu, betapa banyaknya keindahan dan keajaiban yang diciptakan Tuhan di dunia ini supaya kamu dapat menikmatinya.”
Aku sangat menikmati seluruh kegiatan dengan suguhan pemandangan alam yang sangat menakjubkan di tanah Ambon manise ini. Semua akan jadi kenangan yang tak terlupakan. Selamat tinggal Ambon Manise… Terimakasih….^_^’